Jejakaki Tanah Kei Desa Budaya Banda Eli

          Menjejakan kaki ke daerah yang belum menjadi destinasi wisata bukanlah perkara yang mudah. Entah angin apa yang membawa Beta ke tempat ini (sepertinya angin Timur,hhe..) Saat itu Beta cuman berfikir; sisa liburan 1 minggu ini harus penuh dengan petualangan. Semacam gayung bersambut, tiba-tiba di minggu yang sama jadwal kapal tujuan Tual / Kei sandar di pelabuhan Yos Sudarso, Ambon. Nah pertanyaannya, mau ke mana saat ke Kei nanti? Secara, ini adalah kali ke dua bagi Beta, menjelajah kepulauan yang hampir seluruh pantainya dianugrahi dengan jajaran pasir putih. Google mengantarkan Beta ke sebuah blog yang berisikan banyak sekali destinasi tersembunyi di wilayah Indonesia timur, khususnya Maluku (silahkan cek :  www.east-indonesia.info). Oke, tahun ini harus ke Kei Besar, jelajah budaya Banda Eli dan Air Terjun Hoko yang termasyur dan instagramable itu..berangkaat..!!

Ambon – Banda Neira – Tual

           Setelah mengumpulkan segala informasi mengenai akses perjalanan menuju Kei Besar – Banda Eli dan Air Terjun Hoko dari beberapa rekan dan kerabat, akirnya Beta segera memesan tiket kapal dengan tujuan Ambon –Tual. Dengan harga Rp. 275rb rupiah, perjalanan Ambon ke Tual akan membelah Laut Banda selama kurang lebih 24 jam, dan dijadwalkan akan singgah / transit di Banda Neira selama dua jam. Nah, momen singgah ini pas banget untuk silaturahim dengan salah satu rekan yang tinggal di Neira, mengisi perut kosong dan kesempatan swafoto di beberapa lokasi bersejarah di sana. Maklum’lah, 24 jam bukan waktu yang sebentar untuk gelesotan di geladak kapal..hhe.. Untuk pemesanan dan cek jadwal kapal pelni, basudara dapat cek di www.pelni.co.id.

Sembako persiapan bulan Ramadhan & Idul Fitri, semuanya tumplek blek di atas Kapal Nggapulu
Swafoto di Banda Neira..
Udah ngidam dari 2 tahun yang lalu (pas pertama kali ke Banda), akhirnya kesampaian; Pancake Selai Pala Kenari & segelas Jus Sirsak.. mantab!

Selamat pagi Tual… Jika di lihat pada kalender masehi, seharusnya hari ini (15/5/18) adalah puasa hari pertama. Namun harus disyukuri sampai kaki ini meninggalkan jejak di negeri pasir putih tanah Kei, sidang isbat’pun belum memutuskan puasa akan dimulai pada hari apa. Pastinya bakalan banyak warung makan yang tutup dan aktivitas masyarakat yang tidak sesibuk biasanya selama Bulan Ramadhan.

Ada Ibu dan anak’nya nggak sengaja terfoto pas di pelabuhan,, see the bear, what a lovely moment.. 🙂

Sesuai dengan instruksi yang sampaikan oleh salah satu rekan, saat tiba di Tual Beta harus silaturahim serta izin dengan Bpk. Raja Banda Eli; Bpk. Haji Al Mudin. Tentunya Beta harus menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan di desa budaya tersebut.  Nah lo,,ini penting dan wajib banget! Dimana bumi di pijak, disitulah langit harus kita junjung. Yaiyalah, mau bertamu ke rumah saja harus izin dulu..apalagi mau masuk daerah yang belum kita kenal sebelumnya. Kabar baiknya Beta mendapatkan restu dari Bapak Raja untuk berkunjung ke Banda Eli.. Aaaah, lega..Sharing panjang lebar tentang sejarah, budaya dan adat – istiadat, Beta berkesempatan diberi izin untuk melihat lebih dekat ornamen perahu kora – kora khas Banda Eli yang kebetulan di simpan di rumah Beliau. Menariknya, ornamen ini akan dipasang kembali ke perahu kora – kora jika ada festival budaya ataupun acara adat tertentu. Izin sudah Beta terima, selanjutnya adalah memikirkan bagaimana untuk menyeberang dari Tual menuju Pulau Kei Besar esok hari. Untuk malam ini, Beta memutuskan untuk menginap di penginapan Cahaya yang berlokasi tidak jauh dari pasar Kota Tual.

Hiasan & ornamen perahu kora-kora khas Banda Eli berbentuk naga, 
hiasan ini di simpan di kediaman Bpk. Raja di Tual

Perjalanan Ekstrem untuk Wisata Anti Mainstream!

             Mungkin namanya tidak setenar dengan Banda Neira di Maluku Tengah. Namun jangan salah, justru di Banda Eli inilah kepingan sejarah Banda Neira dapat kita temukan. Hmm.. Jadi ingat film layar lebar “Banda, The Dark Forgotten Trail”, sebuah film dokumenter karya Dimas Djay yang sempat mendapat “protes” akhir tahun 2017 lalu. Film tersebut terselip kutipan bahwa; masyarakat Banda Neira dihabisi oleh VOC saat monopoli rempah-rempah tanpa sisa. Kenyataan masyarakat keturunan asli Banda Neira yang sempat melarikan diri dan mengungsi saat ini masih dapat kita temukan.. ya di sini, di Banda Eli.

Untuk menuju Desa Banda Eli ada dua alternatif. Pertama basudara dapat menggunakan kapal speed dari pelabuhan besar Tual yang melayani rute Tual – Banda Eli langsung dengan tarif Rp. 150rb / orang. Perjalanan tersebut memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan kondisi laut yang normal. Kapal Fery Tual – Banda Eli sebenarnya juga tersedia, kalau tidak salah setiap hari Rabu dan Jum’at, untuk tarifnya maaf ya Beta kurang tahu..hhe.. mungkin nanti jika sudah tahu Beta akan segera update ya. Untuk alternatif terakhir inilah yang Beta gunakan, yakni menyeberang dari Pelabuhan Watdek di Langgur menuju Elat di Pulau Kei Besar dengan menggunakan kapal cepat dengan tarif Rp. 50rb / orang. Kapal berangkat setiap hari pukul 09.00 WIT ya, awas jangan telat! Perjalanan melalui kapal cepat ini dapat ditempuh 1,5 jam dengan kondisi laut yang kurang bersahabat. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *